ð ð®ðµð®ðð¶ððð® ð³ ðð¶ð¹ð®ðð®ðµ ð®ð±ð®ð ððð®ð¹ ðªð²ðð ð£ð®ðœðð® ðð¶ ððŒðð® ðŠððð±ð¶ ð£ð¿ðŒðð¶ð»ðð¶ ððŒð¿ðŒð»ðð®ð¹ðŒ ðŠð²ð¿ðð® ðð± ð¢ð¿ðŽð®ð»ð¶ðð®ðð¶ ðð¡ð£ð,ðð£ð-ðð ð£ð§ð£ð ðªð¶ð¹ð®ðð®ðµ ððŒð¿ðŒð»ðð®ð¹ðŒ, ðð ðð, ðð ð£ðð£, ðð£ð -ð£ð, ðð ðð£ðð¡, ð£ð ð§, ðð ðð£ððð¢, ð£ð -ðð, ðð ðððð, ðð£ð ð£, ðð ðð£ð, ðð£ð ð¡, ð£ð£ð -ðððð, ð£ð£ð -ððð£ "ðð°ð®ðªðµðŠ ðð¢ðŽðªð°ð¯ð¢ð ðð¢ð±ð¶ð¢ ðð¢ð³ð¢ðµ (ðððð) ðð°ð¯ðŽð¶ðð¢ðµ ðð¯ð¥ð°ð¯ðŠðŽðªð¢ ððªðð¢ðºð¢ð© ðð°ð³ð°ð¯ðµð¢ðð°, ððŠðžð¢ð¯ ððªð®ð±ðªð¯ð¢ð¯ ðð¢ð£ð¢ð¯ðš-ððŽð°ðŽðªð¢ðŽðª ðð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢ ððŠðšð¶ð¯ð¶ð¯ðšð¢ð¯ ððŠð¯ðšð¢ð© ðð¢ð±ð¶ð¢ ððŠ-ðð¯ð¥ð°ð¯ðŠðŽðªð¢ (ððð-ðððððð) ððªðð¢ðºð¢ð© ðð°ð³ð°ð¯ðµð¢ðð° , ððªðšð¢ ðð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢ ðð¯ð¥ð°ð¯ðŠðŽðªð¢ ðð¯ðµð¶ð¬ ððŠð®ð°ð¬ð³ð¢ðŽðª (ðððð), ðð¬ð¢ðµð¢ð¯ ðð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢ ððŠðð¢ð«ð¢ð³ ðð¯ð¥ð°ð¯ðŠðŽðªð¢ ðð¢ð±ð¶ð¢ (ððððð), ðð¬ð¢ðµð¢ð¯ ððŠðð¢ð«ð¢ð³ ðð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢-ðð¶ð¯ð€ð¢ð¬ ðð¢ðºð¢ (ððð-ðð), ðð¬ð¢ðµð¢ð¯ ðð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢ ððŠðð¢ð«ð¢ð³ ðð¢ð£ðªð³ðŠ (ðððððð), ððŠðð¢ð«ð¢ð³ ðð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢ ðð°ððªð¬ð¢ð³ð¢ (ððð), ðð¬ð¢ðµð¢ð¯ ðð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢ ððŠðð¢ð«ð¢ð³ ðð°ðšðªðºð¢ðª (ððððððð), ððŠð³ð¬ð¶ð®ð±ð¶ðð¢ð¯ ðð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢-ðð¢ð¯ðª ðð¢ðºð¢ (ðð-ðð), ðð¬ð¢ðµð¢ð¯ ð®ð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢ ððŠðªðºð¢ðª (ðððððð), ðð¬ð¢ðµð¢ð¯ ððŠðð¢ð«ð¢ð³ ðð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢ ðð¶ð¯ð€ð¢ð¬ (ðððð), ðð¬ð¢ðµð¢ð¯ ðð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢ ðð¢ð¯ðªð¢ðª (ððððð), ððªð®ð±ð¶ð¯ð¢ð¯ ððŠðð¢ð«ð¢ð³ ðð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢ ðð¥ð¶ðšð¢ (ðððð), ððŠð³ð¬ð¶ð®ð±ð¶ðð¢ð¯ ððŠð®ð¶ð¥ð¢ ðð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢-ððŠð³ðŠð«ð¢ ðð¢ð±ðµðªðŽ ðð¢ð±ð¶ð¢ (ððð-ððð), ðð¢ð¯ ððŠð³ð¬ð¶ð®ð±ð¶ðð¢ð¯ ððŠð®ð¶ð¥ð¢ ðð¢ð©ð¢ðŽðªðŽðžð¢-ððŠð³ðŠð«ð¢ ðð¯ð«ðªð ððª ðð¯ð¥ð°ð¯ðŠðŽðªð¢ (ððð-ðððð)." ðð²ð¹ð®ð¿ ððžðð¶ ð§ðŒð¹ð®ðž ððºð¶ðŽð¿ð®ðð¶ ðð¹ð²ðŽð®ð¹ ðð¶ ððð®ð ð§ð®ð»ð®ðµ ð£ð®ðœðð®
Yang akan terjadi di west papua ialah:
GENOSIDA, EKOSIDA Dan ETNOSIDA
1. Genosida Budaya
Genosida budaya West Papua akan merujuk pada penghancuran identitas budaya tanpa perlu melakukan kekerasan fisik secara langsung terhadap kelompok tersebut.
Di West Papua, genosida budaya ini mengacu pada hilangnya bahasa, adat istiadat, dan gaya hidup tradisional masyarakat di West Papua akibat migrasi besar-besaran melalui program transmigrasi dan masuknya budaya luar. Pendatang dari luar West Papua membawa budaya yang berbeda, sering kali lebih dominan dan lebih diberi ruang dalam ekonomi dan pemerintahan, yang mengakibatkan terpinggirkannya budaya dan bahasa asli Papua.
2. Perlakuan Diskriminatif dan Ketidakadilan Ekonomi
Orang Asli West Papua akan mengalami diskriminasi dan ketidakadilan dalam aspek ekonomi, politik, dan sosial. Proyek-proyek pembangunan, seperti perkebunan, pertambangan, dan pemukiman transmigrasi, yang dilaksanakan di atas tanah adat sering kali memberikan keuntungan bagi pendatang atau perusahaan luar, sementara masyarakat asli Papua mendapat manfaat yang sangat minim. Ketimpangan ekonomi ini akan terjadi. masyarakat West Papua akan terpinggirkan di tanah mereka sendiri.
3. Kekerasan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap Masyarakat Adat Di West Papua
Dalam konteks militerisasi dan operasi keamanan di West Papua, kekerasan terhadap masyarakat sipil sering terjadi, termasuk tindakan represif terhadap aksi damai atau protes.
Banyak kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan di West Papua, termasuk penyiksaan, penahanan sewenang-wenang, dan pembunuhan, terutama ketika terjadi konflik antara Aparat TNI-POLRI dan TPNPB-OPM
Kekerasan ini sering kali mengarah pada persepsi genosida, karena tindakan tersebut sering dianggap terfokus pada masyarakat asli asal West Papua.
4. Eksploitasi Sumber Daya Alam
Eksploitasi sumber daya alam yang masif di Papua oleh perusahaan-perusahaan besar, seperti tambang emas dan tembaga, telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang luas.
Aktivitas ini bukan hanya menyebabkan kerugian ekologis, tetapi juga menyebabkan masyarakat lokal kehilangan akses terhadap sumber daya alam yang menjadi bagian penting dari mata pencaharian tradisional kepapuaan. hal ini sering dianggap sebagai ekosida penghancuran ekosistem yang berdampak pada keberlanjutan hidup masyarakat Asli West Papua akan hancur.
Ekosida
adalah istilah yang merujuk pada tindakan perusakan atau penghancuran ekosistem pada skala yang luas, yang menyebabkan kerusakan signifikan terhadap lingkungan dan berdampak pada kelangsungan hidup makhluk hidup di West Papua yang bergantung pada ekosistem tersebut.
Dalam konteks hukum lingkungan, ekosida sering dipandang sebagai kejahatan lingkungan serius yang merusak keseimbangan alam, mengancam keanekaragaman hayati, dan menimbulkan krisis ekologi yang berpotensi tidak dapat diperbaiki..
Di West Papua, isu ekosida sering dikaitkan dengan kegiatan eksploitasi sumber daya alam, seperti:
Tambang Emas dan Tembaga:
Kegiatan tambang berskala besar, seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar, telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah di sekitar area tambang,
Seperti pencemaran sungai dan hilangnya hutan.
Deforestasi untuk Perkebunan Kelapa Sawit: Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit mengakibatkan deforestasi yang mengancam keanekaragaman hayati dan menghancurkan habitat spesies endemik Papua.
Pencemaran Lingkungan: Limbah dari industri tambang dan perkebunan dapat mencemari air sungai dan tanah, yang menjadi sumber utama kebutuhan masyarakat asli di Papua.
Etnosida
Di Papua, etnosida sering menjadi topik diskusi di kalangan aktivis dan akademisi yang menyoroti kondisi masyarakat asli Papua.
Etnosida di sini mengacu pada proses yang dianggap memarginalkan budaya, bahasa, dan identitas masyarakat asli Papua, seringkali sebagai akibat dari kebijakan migrasi, ekonomi, dan pembangunan. Berikut adalah beberapa aspek yang sering disebut terkait dengan etnosida di Papua:
1. Migrasi Besar-besaran dan Transmigrasi
Sejak era pemerintahan Orde Baru, program transmigrasi telah mengirimkan warga dari berbagai daerah di Indonesia ke Papua untuk mendiami wilayah baru dan membuka lahan.
Masuknya banyak pendatang ini, selain menciptakan dinamika sosial baru, juga menyebabkan perubahan dalam struktur sosial dan budaya masyarakat asli Papua, yang merasa kehilangan kontrol atas tanah dan sumber daya mereka sendiri. Migrasi besar-besaran ini menciptakan ketegangan budaya dan perbedaan ekonomi yang memperparah marginalisasi masyarakat asli.
2. Pengaruh Budaya Luar dan Hilangnya Bahasa Lokal
Proses modernisasi dan masuknya budaya dari luar telah membawa pengaruh signifikan pada gaya hidup masyarakat Papua.
Budaya asli sering terpinggirkan karena kebijakan pendidikan dan media yang cenderung mengutamakan budaya nasional atau budaya luar. Akibatnya, bahasa dan tradisi lokal mengalami penurunan penggunaan, terutama di kalangan generasi muda, yang lebih mengenal bahasa Indonesia atau bahasa asing daripada bahasa asli mereka.
3. Ketidakadilan Ekonomi
Penduduk asli Papua sering kali mengalami ketidakadilan dalam akses ekonomi, terutama ketika wilayah mereka menjadi lokasi penambangan atau perkebunan besar.
Sebagian besar keuntungan dari eksploitasi sumber daya alam ini justru dinikmati oleh perusahaan luar, sementara masyarakat Papua merasa tersisih. Ketidakadilan ini dianggap sebagai bagian dari etnosida, karena menurunkan peran ekonomi masyarakat asli di tanah mereka sendiri.
4. Militerisasi dan Ketegangan Sosial
Kehadiran militer di Papua, yang seringkali bertujuan untuk menjaga stabilitas dan mengatasi gerakan bersenyata, telah menyebabkan ketegangan sosial dan rasa tidak aman di kalangan masyarakat lokal.
Banyak laporan mengenai pelanggaran HAM yang dialami oleh masyarakat asli Papua, termasuk tindakan represif terhadap identitas atau simbol-simbol budaya mereka, seperti bendera Bintang Kejora, yang menjadi simbol nasionalisme Papua. Kondisi ini semakin memperkuat rasa kehilangan identitas mereka sebagai kelompok etnis.
Kronologi aksi:
Pada Pukul: 11.30 Siang, masa aksi kumpul2 dan siapkan selebarang dengan alat aksi di Asrama Mahasiswa Papua Cendrawasih, dari asrama menuju titik ke aksi, sesampai titik aksi gerbang UNG kampus 1, memulai membagikan selebaran serta menempelkan pamflet-pamplet.
Orasi pertema di sampaikan oleh kawan MAKDA PIGAI, saat orasinya, ia mengajak angkat tanggan kiri sebagai simbol perlawanan dan mengatakan Papua Merdeka dan hidup mahasiswa serta permintaan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat serta mahasiswa yang sedang mengunakan kendaraan disekitarnya.
Orasi kedua di sampaikan oleh kawan donatus. Ia menegaskan bahwa program trasmigrasi adalah dampak buruk bagi masyarakat adat di Tanah Papua dari Sorong hingga Merauke-West Papua.
Orasi Ketiga, disampaikan oleh kawan wiji, ia menegaskan aksi ini adalah aksi perlawanan program transmigrasi karena hal itu sangat berdampak buruk terhadap masyarakat adat di Tanah Papua,
juga wiji dalam orasihnya menyampaikan bahwa dimana kami melihat salah satu perusahan yang sudah ada di atas tanah papua yaitu PT.FREEPORT dimana banyak Masyarakat yang jadi korbankan dari dampak kimia, dan hutan dan juga tanah yang terus, menerus di eksploitasi.
Orasi ke empat: disampaikan oleh kawan rido dari LIGA, ia menyampaikan bahwa program trasmigrasi harus dihapuskan atau dihilangkan karena program tersebut berdampak buruk bagi masyarakat Papua.
Orasi ke lima: disampaikan oleh kawan ruben dimana dalam orasinya ia menyampaikan program trasmigrasi untuk merampas sumber daya alam papua. Orasi selanjutnya disampaikan oleh kawan bahwa ia menyampaikan Papua membutuhkan guru dan dokter bukan trasmigrasi.
Orasi ke enam: disampaikan oleh kawan henky boma, ia menegaskan bahwa Papua tidak membutuhkan imigrasi untuk apa, mengirimkan masyarat jawa yang tidak tahu apa-apa ke Papua dan menegaskan apa fungsinya atau dampak baik bagi masyarakat Papua.
Orasi ke Tuju: Disampaikan oleh kawan gio, ia dengan tegas menyampaikan bahwa hukum yang sedang dijalankan diatas tanah papua sudah cacat Hukum dan hukum yang berada diatas tanah Papua suda tidak sesuai.
Selanjutnya;
Pukul: 15.01 siang diambil alih orasi oleh moderator aksi dan menggerakan masa aksi untuk melakukan pawai menuju titik kedua aksi. Kedua titik tersebut melakukan pawai di jalan menuju limboto, tiba di titik aksi kedua dan gabung bersama kawan-kawan lain di menara limboto lalu melanjutkan orasi-orasi politik.
Pada Pukul: 15.20 polisi datang dan menutupi jalan dua arah agar masyarakat yang berkendaraaan tidak melewati tempat aksinya.
Pada Pukul: 15. 20 Sore itu memulai orasi-orasi politik dari Mahasiswa Papua juga kawan-kawan solidaritas atau LMID Gorontalo, mereka menegaskan lagi bahwa dimana program trasmigrasi akan berdampak buruk atas kehidupan Masyarakat, suku, budaya, bahasa dan adat isti adat papua itu sendiri maka kami mengatakan dengan tegas bahwa program trasmigrasi ini di tolak dengan Tegas dari semua "KAMI".
Orasi selanjutnya disampaikan oleh kawan Manfret, ia mengatakan bahwa rasisme sedang terjadi di sekitar gorontalo terhadap Mahasiswa Papua dan mencontohkan kepada pihak keamanan yang menutupi jalan sebelah, agar kendaraan tidak lewat di sekitaran aksi dan juga dalam aksinya menegaskan bahwa program trasmigrasi adalah bencana bagi Masyarakat adat di Tanah Papua. Dan ada pula Pernyataan sikap yakni, Isu sentral:
1. Pemerintah Republik Indonesia stop adu domba masyarakat Papua dan masyarakat jawa dalam program transmigrasi;
2. tolak investor asing dan cabut proyek strategis nasional di atas tanah Papua;
3. Elite politik Papua stop gadai tanah Papua demi kepentingan pribadi;
4. Tarik militer organik dan non organik di atas tanah Papua;
5. Tolak terosisme dan polda Papua segera ungkap pelaku pelemparan bom molotov di kantor jubi;
6. Tolak pemilu tahun 2024;
7. Lawan segala bentuk diskriminasi dan rasialisme di atas muka bumi;
8. Meepago, lapago, Saireri, domberai, momberai, animha, mamta, tabi bukan tanah kosong;
9. Segera tuntaskan pelanggaran HAM di atas tanah Papua;
10. Tolak keras pada seluruh owp tidak memakai atribut negara West Papua saat kampanye politik;
11. Pemerintah Papua harus bijak dalam menanggapi kebijakan pemerintah pusat yang merugikan masyarakat adat;
Demikian Terima kasih.
Korlap Umum:
Wiji A. Y.
Gorontalo, 15 November 2024.
Komentar
Posting Komentar